Langsung ke konten utama

Dimensi Argumentasi


Sebuah hikmah mengatakan,

" Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok “

Tantangan terbesar dalam hidup sesungguhnya adalah kefanaan dunia. Dalam kitab, Ayyuhal Walad, Sang Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali menuliskan,

" Segala sumber dosa ialah dunia yang hina. Maka, mereka yang cinta buta terhadap dunia, jelaslah dia orang yang hina. "

Demikian, bawasanya apa yang menjadi sumber dosa-dosa manusia adalah hawa dan nafsu yang terbelenggu nikmat duniawiyah. Sejujurnya, dalam prespektif peribadatan dapat dikatakan bahwa dunia adalah ladang yang polos. Ya, hitam putihnya tergantung kepada manusia sebagai subjek. Apakah kita ingin menjadikan dunia sebagai lahan bekal untuk pulang? Ataukah justru kita terlena, menjadikan dunia sebagai tambatan kebahagiaan dan nikmat hingga melalaikan segala kewajiban serta melupakan tujuan akhir kehidupan?

Dunia yang sebenarnya adalah objek yang sebisa mungkin dikendalikan oleh manusia sebagai subjek. Dalam hal ini, manusialah yang berkuasa menjadikan dunia sebagai sumber pahala ataupun dosa. Arena kebaikan ataukah sebaliknya. Namun, realita menunjukan bahwa terdapat sebuah keterbalikan. Jika boleh mengibaratkan, apa yang terjadi persis dengan apa yang pernah dikatakan Marx dalam menganalisa hubungan pemodal dan buruh. Telah terjadi dominasi subjek oleh objek dalam hidup manusia. Dunia mendominasi, meng-orientasikan segala tujuan akhir (hampir-hampir semua) manusia di dunia. Sekali lagi, sangat benar apa yang disampaikan oleh Herbert Marcus, manusia modern telah sakit ( One dimensional Man).

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah jalan pendekatan kepada sang pecipta guna menyadarkan seluruh kenikmatan yang serba sementara ini. Agama bukanlah suatu dasar yang mengajarkan manusia untuk sekadar menjadi human knowing, melainkan menjadikan manusia sebagai human being. Hanya sekedar tau tanpa menjalankan, untuk apa? Yang demikian itu adalah orang yang tidak mendapat taufik dari Allah SWT.

Dalam meng-agamakan diri untuk menjadi seorang muhsin, dibutuhkan sebuah tekad yang bulat dalam beragama secara hakiki. Dalam hal ini, Tasawuf menjadi salah satu jalan yang ideal, tidak mutlak tapi salah-satunya. Tasawuf atau Sufisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Dalam masa kehidupan Rasulullah, para penganut tasawuf atau yang sering disebut Sufi merupakan orang yang menghabiskan sebagaian besar hidupnya untuk berada di masjid, menyembah dan mengabdi kepada Allah. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Tasawuf merupakan cara pendekatan kepada sang pecipta.Dalam melakukannya kita akan melalui sebuah tangga perjalanan yang terbagi menjadi 3 jalan yakni Syariat, Hakikat, dan Tarikat,
 untuk kemudian mencapai Makrifat.

Supaya tidak salah paham, Syeikh Nawawi al-Bantani menjelaskan pengertian dan maksud dari tiga istilah ini dalam kitab Maraqil Ubudiyah. Beliau mengatakan, syariat adalah hukum-hukum yang dibebankan Rasulullah dari Allah kepada kita. Hukum-hukum itu meliputi perkara-perkara wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. Selain itu, ada pula yang mendefenisikan syariat sebagai pelaksanaan agama Allah dengan menaati segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Adapun tarekat adalah melaksanakan perkara-perkara wajib dan sunnah, meninggalkan yang haram, memalingkan diri dari perkara-perkara yang mubah yang tidak bermanfaat, mengutamakan sifat wara’, atau hati-hati agar tidak terjerumus pada hal-hal haram atau makruh, yang dapat ditempuh melalui riyadhah, semisal puasa, dan lain-lain.

Sementara hakikat adalah memahami hakikat sesuatu, seperti hakikat asma, sifat, dan dzat. Memahami rahasia al-Qur’an, rahasia perintah dan larangan, rahasia alam ghaib, dan lain-lain.

Sebagian ulama menggambarkan syariat sebagai bahtera, tarekat sebagai lautan dan hakikat sebagai mutiara. Seorang tidak akan menemukan mutiara kecuali di dasar lautan, dan tidak akan bisa sampai ke laut kecuali dengan bahtera.

Penggabungan antara Syariat, Tarikat, dan Hakikat adalah terbukanya rahasia-rahasia Ketuhanan dan tersingkapnya hukum-hukum Tuhan yang meliputi segala yang ada atau juga disebut sebagai Makrifat.

Tak pelak, memang tidak mudah dalam menjalankan tahap demi tahap tersebut. Namun, ringkasnya, dalam ber-tassawuf sebenernya terdapat dua kunci. Dalam kitab Ayyuhal Walad, Imam Al Ghazali mengatakan ;


" Ketahuilah tasawuf memiliki dua pilar, yaitu istiqamah bersama Allah dan harmonis dengan makhluk-Nya. Dengan demikian siapa saja yang istiqamah bersama Allah SWT, berakhlak baik terhadap orang lain, dan bergaul dengan mereka dengan santun, maka ia adalah seorang sufi,”

Menurut saya, kita dapat melakukan pembabakan ke dalam dua hal. Pertama, Istiqomah dijalan Tuhan ( Habluminallah) dan harmonis pada mahluk-mahluknya ( Habluminannas).
Dalam mengupayakan istiqomah padaNya, terdapat 3 buah kunci.

Pertama, Mujahadah. Selalu melakukan pendekatan diri kepada Allah kapanpun dan dimanapun sesuai dengan ajaran Quran dan Hadist. Kedua, Muhasabah. Selalu melakukan instropeksi terhadap diri sendiri, sudah layakkah kita mendapatkan kenikmatan Allah?. Melakukan koreksi terhadap diri sendiri atas seluruh rahmat yang telah diberikan oleh Allah. Dan yang ketiga, muraqabah. Mawas diri, membisikkan kepada diri bawasanya apapun yang kita lakukan kapanpun dan dimanapun itu adalah dengan pengawasan Allah. Dengan demikian maka cinta diri terhadap Allah akan meningkat sehingga mampu menjaga serta meneguhkan Iman untuk tetap dijalanNya.

Dalam melakukan hubungan terhadap sesama, maka dibutuhkan satu kunci utama yakni kerendahan hati. Sebagai manusia, kita harus rendah hati. Seperti sebuah pepatah jawa pernah bilang;

" Ojo rumongso bisa, tapi bisa ngerumangsani "

Dalam menajaga kerendahan hati, maka dibutuhkan 2  pilar utama yakni sabar dan ikhlas.
Keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Lantas, apa perbedaan keduannya? Mungkin akan menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk menuliskannya. Intinya, menurut saya orang sabar belum tentu ikhlas akan tetapi orang ikhlas (insha'Allah) sudah pasti sabar.

Ketika memang seseorang telah mampu menguasai dan menjalankan apa yang menjadi pilar penyucian hati tersebut maka, insha'Allah maka Tuhan dengan segala rahmatnya akan memberikan tempat terbaik, baik di dunia dan di akhirat kelak.

Terkahir ingin saya katakan. Percayalah, bahwa mereka yang sering menjual ayat dan Hadis serta yang sangat gemar mengkafirkan sesamanya, merasa paling benar diantara yang lainnya maka, ia telah melampaui batasnya sebagai seorang hamba.

Terima kasih
Salam !!!


Komentar

Posting Komentar

Gerakan Kemahasiswaan

S1 Sabung Ayam

S1 Sabung Ayam Suara ayam berkokok mengiringi datangnya sinar matahari, seolah menjadi alarmku untuk selalu bangun di pagi hari. Banyaknya ayam yang dipelihara oleh paman Rudi menjadikan rumah ini seperti pasar ayam, lima belas ayam tak kurang yang dipelihara paman. Dari sekian banyak ayam yang dipelihara, ada satu ayam yang paling paman dan aku sukai, paman memberinya nama Jaya. Ayam ini menjadi jagoan kami saat mengikuti sambung ayam. Aku dan paman sangat gemar mengadu ayam, tapi untuk mengurus ayam sehari-hari aku tak begitu suka, maka pamanlah yang melakukanya. Hari ini rencananya kami akan mengikuti kompetisi sambung ayam “ Panji “ yang diadakan oleh seorang pejabat daerah di desa kami. Selepas aku bangun, aku sempatkan untuk berjemur di bawah sinar pagi matahari di pekarangan rumah. Terlihat paman sedang sibuk menyeka air disekujur tubuh Jaya yang habis dimandikan. “   E.. Adan ,baru bangun ?.. “ “ Pasukan si Jaya yang membangunkan, paman sendiri pagi-pagi begini suda

Gelombang Ekofeminisme Konflik Pubabu : Perlawanan Perempuan

“Negara kembali merampas ruang hidup warganya!” Kurang lebih begitulah kira-kira gambaran yang singkat dan jelas untuk mendiskripsikan peristiwa yang masih hangat untuk diperbincangkan hingga saat ini mengenai konflik Pubabu di Nusa Tenggara Timur. Tak lama setelah Jokowi mengenakan pakaian adat Pubabu untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2020 silam, terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada masayarakat Pubabu yang mendiami Hutan Adat Pubabu di Amuban Selatan, Nusa Tenggara   Timur. Tak pelak, hal tersebut menuai kritikan tajam. Glamor busana yang dikenakan Jokowi dianggap tak ubah sebagai formalitas kebangsaan saja. Selebihnya, Ia dan jajaranya menutup mata terhadap permasalahan yang sedang menimpa warganya sendiri. Sebenarnya bila ditelisik lebih jauh, konflik ini telah berlangsung cukup lama – sejak tahun 1987-- dan memuncak baru-baru ini setelah mencuat ke publik akibat pemberitaan represifitas aparat yang tersebar luas melalui